KISAH NABI MUHAMMAD MENERIMA WAHYU PERTAMA
Sumber dari: sindonews.com
Penulis: Rusman Siregar
Diolah oleh: safirabdullah.blogspot.com
Gua Hira yang terletak di Jabal Nur, Makkah, menjadi tempat bersejarah bagi umat Islam seluruhnya. Nabi Muhammad SAW pertama kali menerima wahyunya dari Allah SWT di gua tersebut melalui perantara Malaikat Jibril AS.
Turunnya wahyu pertama daripada ayat suci Al-Quran itu menandakan bermulanya waktu kenabian nabi Muhammad SAW. Saat wahyu pertama ini diturunkan, Nabi Muhammad SAW sedang berada di Gua Hira, tiba-tiba Malaikat Jibril AS datang menyampaikan wahyu tersebut. Adapun mengenai waktu atau tanggal tepatnya kejadian tersebut, terdapat perbezaan pendapat di antara para ulama.
Sebahagian menyakini peristiwa itu terjadi pada bulan Rabiul Awal pada tanggal 8 atau 18 (tanggal 18 berdasarkan riwayat Ibnu Umar). Sebahagian lainnya pula pada bulan Rajab pada tanggal 17 atau 27 menurut riwayat Abu Hurairah. Dan lainnya adalah pada bulan Ramadhan pada tanggal 17 (Al-Bara' bin Azib) ,21 (Syekh Al-Mubarakfuriy) dan 24 (Aisyah, Jabir dan Watsilah bin Asqo'). Walaubagaimanapun, jumhur ulama meyakinkan bahawa tarikh yang benar
adalah pada bulan Ramadhan pada tanggal 17 pada tahun 1218M.
Dalam shahih Al-Bukhari diceritakan, dari Aisyah RA, bahwa beliau berkata: “Permulaaan wahyu yang datang kepada Rasulullah SAW adalah dengan mimpi yang benar di dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh. Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih Gua Hira dan bersendirian; yaitu ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya sebelum kemudian kembali kepada keluarganya untuk mempersiapkan bekal untuk menyendiri kembali.
Kemudian Beliau menemui Khadijah RA dalam keadaan mempersiapkan bekalnya. Sampai akhirnya datanglah Al-Haq saat Beliau di Gua Hira, Malaikat Jibril datang seraya berkata: “Iqra' (Bacalah)?” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa membaca”.
Dalam hadis itu, Nabi SAW menjelaskan: “Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!” Beliau menjawab: “Aku tidak bisa membaca”. Maka Malaikat itu memegangku dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: “Bacalah!”
Beliau menjawab: “Aku tidak bisa membaca”. Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang Menciptakan; Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah).”
Nabi SAW kembali kepada keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah dan ketakutan. Beliau menemui isteri tercintanya Khadijah binti Khowailid seraya berkata: “Selimuti aku, selimuti aku!”. Tanpa bertanya, Khadijah pun menyelimuti Rasulullah sehingga hilang ketakutannya.
Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah: “Aku membimbangi diriku”. Maka Khadijah berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung silaturrahim.”
Khadijah kemudian mengajak Nabi Muhammad untuk bertemu dengan Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, putera lelaki Khadijah, yang beragama Nasrani di masa Jahiliyyah. Dia juga menulis kitab dalam bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah. Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta.
Khadijah berkata: “Wahai putra lelakiku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putera saudaramu ini”. Waroqoh berkata: “Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami”. Maka Nabi Muhammad SAW menceritakan peristiwa yang dialaminya. Waroqoh berkata: “Ini adalah Wahyu, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu”.
Nabi Muhammad SAW bertanya: “Apakah aku akan diusir mereka?” Waroqoh menjawab: “Iya. Kerana tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan menyakitimu (dimusuhimu). Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku”. Waroqoh tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu meninggal dunia pada masa fatroh (kekosongan) wahyu.
Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Jabir bin Abdullah Al Anshari bertutur tentang kekosongan wahyu, sebagaimana yang Rasulullah SAW ceritakan: “Ketika sedang berjalan aku mendengar suara dari langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata Malaikat yang pernah datang kepadaku di Gua Hira, duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku pun ketakutan dan pulang, dan berkata: “Selimuti aku. Selimuti aku”.
Maka Allah Ta’ala menurunkan wahyu: (Wahai orang yang berselimut) sampai firman Allah (dan berhala-berhala tinggalkanlah). Sejak saat itulah wahyu terus turun berkesinambungan dan menandai dimulainya peradaban Islam.